Jumat, 29 Juli 2016
Menggagas Etika Feminisme dalam kehidupan kekinian
Perjuangan feminis sekalipun merupakan tema lama, tetapi masih hangat dibicarakan. Sampai saat ini, masih banyak terjadi female dehumanization dan upaya-upaya untuk meneruskan tradisi patriarchi dalam kehidupan masyarakat di berbagai negara di dunia. Peristiwa penembakan terhadap Malala Yousafzai, gadis usia 14 tahun pada 9 Oktober 2012 yang lalu menggegerkan dunia. Karena kegigihannya untuk memperjuangkan pendidikan untuk anak perempuan di Lembah Swat Pakistan dia ditembak oleh Taliban, kelompok garis keras Islam di Pakistan.Peristiwa Malala adalah salah satu dari ribuan peristiwa yang dialami anak perempuan di dunia.Perjuangan untuk female humanization memperluas gerakan feminis hingga masuk dalam kajian ilmu empiris, filsafat dan teologi.
Sejak akhir abad 19, feminisme mulai bergerak secara universal. Pada medio abad 20, gerakan feminisme dalam Islam menentang pemingitan dan penghijaban terhadap
perempuan dan memperjuangkan pendidikan
bagi perempuan. Pada akhir abad 20, feminis Islam yang terlibat dalam wacana ilmu – ilmu keislaman, mulai mempertanyakan status perempuan dalam Islam.
Hal ini merupakan tema penting dalam
kajian feminis Islam.
Amina
Wadud Muhsin, seorang professor ternama dari Virginia Commonwealth University
terkenal sebagai tokoh feminis Islam Afro-Amerika. Dia memunculkan guncangan
besar dalam jagat keagamaan dengan
bertindak selaku imam sekaligus khatib shalat Jumat yang diikuti oleh 100 jamaah shalat Jumat laki-laki dan perempuan, pada tanggal 18
Maret 2005, di sebuah gereja Anglikan New York.
Pelaksanaan ibadah shalat Jumat ini dipandang sebagai ritual agama yang revolusioner dan merupakan salah satu bentuk Jihad Gender dalam Islam atau dengan kata lain perjuangan untuk female humanization.
Fenomena ini telah memicu banyak respon dari pihak-pihak
yang merasa gerah dan marah. Ulama sekaligus Grand Syekh al-Azhaz di Mesir,
Muhammad Sayyid al-Thanthawi mengajukan keberatan atas aksi Wadud, dan diikuti
pula oleh ulama-ulama lain. Majelis Umum Indonesia mengeluarkan fatwanya (
2005) bahwa haram hukumnya perempuan menjadi imam shalat bagi makmum laki-laki. Tetapi aksi ini ada pihak
yang mendukung dan berpendapat
bahwa langkah Amina Wadud ini ke
depan akan diikuti orang.
Female
dehumanization dalam dua kasus di atas ( Malala dan Imam Perempuan) memerlukan suatu pengaturan etika yang
berspektif feminis atau etika feminisme..
Pemikiran tentang etika feminisme adalah pemikiran tentang hak
dan derajat perempuan. Membangun etika feminisme berarti
berusaha melakukan female humanization atau usaha
memanusiakan perempuan. Humanization berasal dari humanisme yang memiliki bebagai makna. Dalam oxford Advance Learner Dictionary,
definisi humanisme adalah (a) system keyakinan yang memusatkan pada kebutuhan umum
manusia dan mencari cara rasional untuk pemecahan masalah manusia; (b) studi
tentang umat manusia dan urusan manusia.
Dalam
konteks agama kesetaraan manusia,
penghormatan dan martabatnya dan
keharusan mewujudkan keadilan sosial dan
hukum diungkapkan dalam banyak teks-teks
suci.Salah satu contoh dalam kitab suci Alquran tercantum :
“ Wahai manusia Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa kepada Nya. “ ( Q.S. al-Hujarat , ( 490: 13).“ Orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, laki-laki dan perempuan saling membantu dalam kerja mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran” (Q.S. al Taubah, (9):7).
Di Indonesia
perkembangan kesadaran kesetaraan gender sudah mendapatkan porsi yang cukup
signifikan dibandingkan negara negara di dunia. Bahkan di bidang ekonomi dan politik serta pemerintahan, peran perempuan sudah sangat diandalkan. Yang paling anyar adalah back home nya Sri Mulyani, sebagai Menteri Keuangan dalam kabinet yang dipimpin Jokowi.
Sri Mulyani saat menjadi Direktur Bank Dunia mendapatkan penghasilan yang berkali kali lipat dibandingkan penghasilan sebagai menteri keuangan, tapi panggilan cinta bangsa dan tanah air Indonesia Sri Mulyani balik kandang. Gaji di bank Dunia Rp. 666 juta/bulan atau Rp. 8 M /tahun. Gaji jadi menkeu Rp. 19 juta/bulan atau Rp 228 juta/tahun.
Fenomena ini ada yang melihat bahwa Sri Mulyani sebagai pribadi yang menghayati spritualitas kerja yang dalam, kerja bukan untuk money, tapi adalah dedikasi. Dilihat dari sudut etika, sikap Sri Mulyani adalah sebuah bentuk etika feminisme yaitu the ethic of love seperti yang dikemukakan Carol Gilligan.
Etika feminisme adalah etika cinta.
Langganan:
Postingan (Atom)