Senin, 01 Agustus 2016

APAKAH ETIKA FEMINISME ?




        
Pengertian Etika
    Secara umum  etika diartikan sebagai ilmu  yang mempelajari moralitas (moral).   Moralitas merujuk pada standar pribadi atau perorangan tentang baik atau buruk  dari suatu tingkah laku, karakter atau sikap. Kadang, tanda pertama terhadap sifat moral dari suatu situasi adalah kesadaran yang timbul atau pemahaman terhadap perasaan, seperti rasa bersalah, harapan, atau malu.
        Secara teoritis, etika normatif dibedakan atas dua bentuk, yaitu etika deontologis dan etika utilitarisme. Deontologi adalah paham etika yang  menilai moralitas suatu tindakan berdasarkan kepatuhan pada peraturan. Etika ini kadang-kadang disebut etika berbasis "kewajiban" atau "obligasi" karena peraturan memberikan kewajiban kepada seseorang. Hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan tempat (Universal).
          Utilitarianisme merupakan paham etika  yang menilai moralitas suatu tindakan  berdasarkan  manfaat atau kegunaan.  Suatu tindakan yang baik adalah yang memaksimalkan penggunaan (utility), memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Sebaliknya, yang buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan.Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak.
               Pada umumnya etika dikembangkan oleh filsuf laki-laki seperti pada etika utilitarianisme dikembangkan oleh  John Stuart Mill. Deontology dikembangkan oleh Immanuel Kant.  Etika  yang dikembangkan oleh para filsuf laki-laki ini mendasarkan etikanya pada rasionalitas dan etika ini bersifat universal. Ketika membincangkan etika hampir selalu yang disebut nama-nama filosof  laki-laki. Teori etika mereka  didasarkan pada rasio. Tindakan perempuan dipandang tidak bisa berlandaskan etika. Perempuan dituduh sering melibatkan emosinya dalam bertindak sehingga tindakannya menjadi tidak rasional.
          Kritik terhadap etika tradisional yang bersifat patriarkhi  melahirkan Etika Feminisme, yaitu paham etika berperspektif feminis. Etika Feminisme  memiliki sudut pandang yang lain dan menantang paham etika tradisional. Etika tradisional selalu berpijak dari apa yang baik dan buruk menurut laki-laki tanpa melihat persoalan dan problem yang dihadapi oleh perempuan. Etika tradisional  mendikotomi kaum perempuan secara struktural dan fungsional berdasarkan asumsi bahwa moralitas perempuan serta sifat-sifat emosional yang melekat dalam dirinya membuatnya lemah untuk berfikir, sulit mengambil keputusan dan tidak bertindak secara rasional. Dengan demikian perempuan ditempatkan pada wilayah domestik, diberi tugas untuk mengasuh anak dan rumah tangga, mengurus rumah tangga, melayani suami dan keluarga. Perempuan dianggap bukan aktor yang pantas untuk memainkan peran-peran di ranah publik.

Etika Feminisme
         Etika feminisme adalah etika berperspektif feminis.  Etika feminisme bervariasi dalam cara advokasinya. Ada yang menekankan pada behavioral dan karakteristik perempuan khususnya sebagai pelayan kasih (care-giver status). Sementara itu, ada yang melakukan pembelaan dengan cara menunjukkan kondisi politik, hukum dan ekonomi sebagai sumber persoalan dan ketidak adilan terhadap perempuan.  Alison Jaggar, menujukkan empat pendekatan untuk memahami etika feminisme.  Pertama, melalui kritik moral terhadap etika tradisional yang melanggengkan subordinasi perempuan. Kedua, menentukan cara yang secara moral mampu melawan tindakan-tindakan dan praktik subordinasi terhadap perempuan. Ketiga, membayangkan alternatif yang diinginkan secara moral untuk tindakan dan praktik semacam itu. Keempat, mengambil pengalaman moral perempuan  secara serius.
          Fokus utama etika feminisme adalah untuk memprioritaskan suara dan pengalaman perempuan sebagai agen moral yang aktif yang mampu berpartisipasi dalam pembangunan sistem moral dan etika. Melalui etika feminisme, posisi perempuan direstorasi dalam pandangan sosial sehingga dapat memainkan peran sebagai aktor penting dalam kehidupan bermasyarakat. Penekanan moral dalam etika feminisme yang diasumsikan sebagai khas perempuan seperti intuitif, sensitif, empati, dan sifat-sifat emosional yang dianggap sebagai kelemahan justru diberdayakan dalam etika feminisme sebagai suatu kekuatan. Pemikiran etika feminisme didasarkan pada pengalaman, tidak seperti etika tradisional  yang mengutamakan rasio  manusia. Tujuan etika feminisme adalah membuat dunia lebih baik dan menggugah kesadaran untuk membuat dunia menjadi lebih baik.  Etika Feminisme   lebih bersifat partikular dan merupakan suatu usaha untuk menanggulangi etika universal yang dikembangkan oleh lelaki.
 
 Etika Kepedulian (ethic of care)
            Salah satu  teori etika yang dipandang khas perempuan atau feminis  adalah  etika kepedulian ( ethic of care).  Etika kepedulian  dicetuskan oleh  Carol Gilligan. Menurut Gilligan, perempuan cenderung mendasarkan perilakunya pada kepedulian yang berupa kemampuan mendengarkan kisah-kisah orang lain dan diri sendiri. Paham etika ini menekankan pentingnya hubungan antar sesama manusia. Pendekatan ini menolak pendekatan absolut, objektif dan imparsial (tidak memihak) yang diciptakan oleh kaum laki-laki dan  mengharapkan tercipta suatu keselarasan antara kepentingan sendiri dengan kepentingan pihak lain, disamping mengembangkan hubungan yang didasarkan pada peduli kasih bersama.
          Teori etika  yang dicetuskan Carol Giligan berlandaskan  kepedulian (care) sehingga etika ini disebut sebagai ethics of care. Teori etika ini menggunakan sifat keibuan (maternal) yang dimiliki oleh perempuan. Etika ini lebih mendasari teorinya pada unsur kepedulian yang berdasarkan emosi ketimbang unsur rasionalitas

Kesimpulan
          Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa etika feminisme adalah etika berperspektif feminis. Etika Feminisme  memiliki sudut pandang bahwa tindakan  baik- buruk didasarkan pada pengalaman  dan problem yang dihadapi perempuan.  Tujuan etika feminisme adalah membuat dunia lebih baik dan menggugah kesadaran untuk membuat dunia menjadi lebih baik. Paham etika ini menekankan pentingnya hubungan antar sesama manusia dan menolak pendekatan absolut, objektif dan universal.
          Dari sisi politik, Etika Feminisme menekankan bahwa penindasan terhadap perempuan tidaklah dapat dibenarkan secara moral. Perempuan mempunyai hak untuk berekspresi. Segala bentuk penjagalan terhadap perempuan sudah menyalahi aturan moral. Lelaki yang masih mempunyai suatu kendali kuat terhadap suatu sistem etika, harus segera disadarkan bahwa perempuan pun memiliki suatu kapasitas sebagai manusia.

Jumat, 29 Juli 2016

Menggagas Etika Feminisme dalam kehidupan kekinian



Perjuangan feminis  sekalipun merupakan tema lama, tetapi masih hangat dibicarakan. Sampai saat ini, masih banyak terjadi female dehumanization dan upaya-upaya untuk meneruskan tradisi patriarchi dalam kehidupan masyarakat  di berbagai negara  di dunia. Peristiwa penembakan terhadap Malala Yousafzai, gadis usia 14 tahun pada 9 Oktober 2012  yang lalu menggegerkan dunia. Karena kegigihannya untuk memperjuangkan pendidikan untuk anak perempuan  di Lembah Swat Pakistan   dia ditembak  oleh  Taliban, kelompok garis keras Islam di Pakistan.Peristiwa Malala  adalah salah satu dari ribuan peristiwa  yang dialami anak perempuan di dunia.Perjuangan untuk female humanization memperluas gerakan feminis hingga masuk  dalam kajian ilmu empiris,   filsafat dan   teologi.  
      Sejak akhir abad 19, feminisme mulai  bergerak secara universal. Pada medio  abad 20, gerakan  feminisme dalam Islam  menentang pemingitan dan penghijaban terhadap perempuan dan memperjuangkan pendidikan  bagi perempuan. Pada akhir abad 20, feminis Islam  yang terlibat  dalam wacana ilmu – ilmu keislaman, mulai mempertanyakan status perempuan dalam Islam. Hal ini merupakan  tema penting  dalam  kajian feminis Islam.
         Amina Wadud Muhsin, seorang professor ternama dari Virginia Commonwealth University terkenal sebagai tokoh feminis Islam Afro-Amerika. Dia memunculkan guncangan besar dalam jagat keagamaan dengan  bertindak selaku imam sekaligus khatib shalat Jumat yang  diikuti oleh 100 jamaah shalat Jumat   laki-laki dan perempuan, pada tanggal 18 Maret 2005, di sebuah gereja Anglikan New York.  Pelaksanaan ibadah shalat Jumat ini dipandang sebagai ritual agama  yang revolusioner dan merupakan  salah satu bentuk Jihad Gender dalam Islam atau dengan kata lain perjuangan untuk female humanization.
       Fenomena ini  telah memicu banyak respon dari pihak-pihak yang merasa gerah dan marah. Ulama sekaligus Grand Syekh al-Azhaz di Mesir, Muhammad Sayyid al-Thanthawi mengajukan keberatan atas aksi Wadud, dan diikuti pula oleh ulama-ulama lain. Majelis Umum Indonesia mengeluarkan fatwanya ( 2005) bahwa haram hukumnya perempuan menjadi imam shalat bagi makmum laki-laki.  Tetapi aksi ini  ada pihak  yang mendukung  dan berpendapat bahwa langkah Amina Wadud ini  ke depan  akan diikuti orang.
       Female dehumanization dalam dua kasus di atas ( Malala dan Imam Perempuan)   memerlukan suatu pengaturan etika yang berspektif feminis atau etika feminisme..             Pemikiran tentang  etika feminisme adalah pemikiran tentang hak dan derajat perempuan. Membangun etika feminisme  berarti  berusaha melakukan  female humanization atau usaha memanusiakan perempuan. Humanization berasal dari  humanisme yang memiliki bebagai makna.  Dalam oxford Advance Learner Dictionary, definisi humanisme adalah (a) system keyakinan yang memusatkan pada kebutuhan umum manusia  dan mencari cara rasional  untuk pemecahan masalah manusia; (b) studi tentang umat manusia  dan urusan manusia.
Dalam konteks agama  kesetaraan manusia, penghormatan dan martabatnya  dan keharusan mewujudkan  keadilan sosial dan hukum  diungkapkan dalam banyak teks-teks suci.Salah satu contoh dalam kitab suci Alquran tercantum :
Wahai manusia  Kami ciptakan  kamu dari laki-laki dan perempuan  dan Kami jadikan  kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa  agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia  di antara kamu di sisi Allah  adalah yang paling  bertaqwa kepada Nya. “ ( Q.S. al-Hujarat , ( 490: 13).
 “ Orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, laki-laki dan perempuan saling membantu  dalam kerja  mengajak kepada kebaikan  dan mencegah  dari kemungkaran” (Q.S. al Taubah, (9):7).
Di Indonesia perkembangan kesadaran kesetaraan gender sudah mendapatkan porsi yang cukup signifikan dibandingkan negara negara di dunia. Bahkan di bidang ekonomi dan politik serta pemerintahan, peran perempuan sudah sangat diandalkan. Yang paling anyar adalah back home nya Sri Mulyani, sebagai Menteri Keuangan dalam kabinet yang dipimpin Jokowi.
Sri Mulyani saat menjadi Direktur Bank Dunia mendapatkan penghasilan yang berkali kali lipat dibandingkan penghasilan sebagai menteri keuangan, tapi panggilan cinta bangsa dan tanah air Indonesia Sri Mulyani balik kandang.  Gaji  di bank Dunia Rp. 666 juta/bulan atau Rp. 8 M /tahun. Gaji jadi menkeu Rp. 19 juta/bulan atau Rp 228 juta/tahun.

Fenomena ini ada yang melihat bahwa Sri Mulyani  sebagai pribadi yang menghayati spritualitas kerja yang dalam, kerja bukan untuk money, tapi adalah dedikasi. Dilihat dari sudut etika, sikap Sri Mulyani adalah sebuah bentuk etika feminisme yaitu the ethic of love seperti yang dikemukakan Carol Gilligan.
Etika feminisme adalah etika cinta.