Pengertian Etika
Secara umum etika diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
moralitas (moral). Moralitas merujuk pada
standar pribadi atau perorangan tentang baik atau buruk dari suatu tingkah laku, karakter atau sikap. Kadang, tanda pertama terhadap sifat moral dari suatu situasi adalah kesadaran yang timbul atau pemahaman
terhadap perasaan, seperti rasa bersalah, harapan, atau malu.
Secara teoritis, etika normatif dibedakan atas dua
bentuk, yaitu etika deontologis dan etika utilitarisme. Deontologi adalah paham etika yang menilai moralitas suatu tindakan berdasarkan
kepatuhan pada peraturan. Etika
ini kadang-kadang disebut etika
berbasis "kewajiban" atau "obligasi" karena peraturan
memberikan kewajiban kepada seseorang. Hukum moral ini berlaku bagi semua orang
pada segala situasi dan tempat (Universal).
Utilitarianisme
merupakan paham etika yang menilai
moralitas suatu tindakan berdasarkan manfaat atau kegunaan. Suatu tindakan yang baik adalah
yang memaksimalkan penggunaan (utility), memaksimalkan kebahagiaan dan
mengurangi penderitaan. Sebaliknya, yang buruk adalah yang tak bermanfaat, tak
berfaedah, dan merugikan.Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan
ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak.
Pada umumnya
etika dikembangkan oleh filsuf laki-laki seperti pada etika utilitarianisme dikembangkan oleh John Stuart Mill. Deontology dikembangkan oleh Immanuel Kant. Etika yang dikembangkan oleh para filsuf laki-laki
ini mendasarkan etikanya pada rasionalitas dan etika ini
bersifat universal.
Ketika membincangkan etika hampir
selalu yang disebut nama-nama filosof laki-laki. Teori etika mereka didasarkan pada rasio. Tindakan
perempuan dipandang tidak bisa berlandaskan etika. Perempuan
dituduh sering melibatkan emosinya dalam bertindak sehingga tindakannya
menjadi tidak rasional.
Kritik terhadap etika tradisional yang
bersifat patriarkhi melahirkan Etika
Feminisme, yaitu paham etika berperspektif feminis. Etika Feminisme memiliki sudut pandang yang lain dan menantang
paham etika tradisional. Etika tradisional selalu berpijak dari
apa yang baik dan buruk menurut laki-laki tanpa melihat persoalan dan problem
yang dihadapi oleh perempuan. Etika tradisional mendikotomi kaum perempuan secara
struktural dan fungsional berdasarkan asumsi bahwa moralitas perempuan serta
sifat-sifat emosional yang melekat dalam dirinya membuatnya lemah untuk
berfikir, sulit mengambil keputusan dan tidak bertindak
secara rasional. Dengan demikian perempuan ditempatkan
pada wilayah domestik, diberi tugas untuk mengasuh anak dan rumah tangga,
mengurus rumah tangga, melayani suami dan keluarga. Perempuan
dianggap bukan aktor yang pantas untuk memainkan peran-peran di ranah publik.
Etika Feminisme
Etika
feminisme adalah etika berperspektif
feminis. Etika feminisme bervariasi
dalam cara advokasinya. Ada yang menekankan
pada behavioral dan karakteristik perempuan khususnya sebagai pelayan kasih
(care-giver status). Sementara itu,
ada yang melakukan pembelaan dengan cara menunjukkan kondisi politik,
hukum dan ekonomi sebagai sumber persoalan dan ketidak adilan terhadap perempuan. Alison Jaggar, menujukkan empat
pendekatan untuk memahami etika feminisme.
Pertama,
melalui kritik moral terhadap etika
tradisional yang melanggengkan subordinasi perempuan. Kedua, menentukan cara yang secara moral mampu
melawan tindakan-tindakan dan praktik subordinasi terhadap perempuan. Ketiga,
membayangkan alternatif yang diinginkan secara moral untuk tindakan dan praktik
semacam itu. Keempat, mengambil pengalaman moral perempuan secara serius.
Fokus utama
etika feminisme adalah untuk memprioritaskan suara dan pengalaman perempuan
sebagai agen moral yang aktif yang mampu berpartisipasi dalam pembangunan
sistem moral dan etika. Melalui etika feminisme, posisi perempuan direstorasi
dalam pandangan sosial sehingga dapat memainkan peran sebagai aktor penting
dalam kehidupan bermasyarakat. Penekanan moral dalam etika feminisme
yang diasumsikan sebagai khas perempuan seperti intuitif, sensitif, empati, dan
sifat-sifat emosional yang dianggap sebagai kelemahan justru
diberdayakan dalam etika feminisme sebagai suatu kekuatan. Pemikiran
etika feminisme didasarkan pada
pengalaman, tidak seperti etika tradisional yang
mengutamakan rasio manusia. Tujuan etika
feminisme adalah membuat dunia lebih baik dan menggugah kesadaran untuk
membuat dunia menjadi lebih baik. Etika Feminisme lebih bersifat partikular dan merupakan suatu
usaha untuk menanggulangi etika universal yang dikembangkan oleh lelaki.
Etika
Kepedulian (ethic of care)
Salah satu teori
etika yang dipandang khas perempuan atau feminis adalah etika kepedulian (
ethic of care). Etika
kepedulian dicetuskan oleh Carol Gilligan. Menurut Gilligan, perempuan cenderung
mendasarkan perilakunya pada kepedulian yang berupa kemampuan mendengarkan
kisah-kisah orang lain dan diri sendiri.
Paham etika ini menekankan pentingnya hubungan
antar sesama manusia. Pendekatan ini menolak pendekatan absolut, objektif dan
imparsial (tidak memihak) yang diciptakan oleh kaum laki-laki dan mengharapkan tercipta
suatu keselarasan antara kepentingan sendiri dengan kepentingan pihak lain,
disamping mengembangkan hubungan yang didasarkan pada peduli kasih bersama.
Teori etika yang dicetuskan Carol
Giligan berlandaskan kepedulian (care) sehingga etika ini
disebut sebagai ethics of care. Teori etika ini menggunakan sifat
keibuan (maternal) yang dimiliki oleh perempuan. Etika
ini lebih mendasari teorinya pada unsur kepedulian yang berdasarkan emosi
ketimbang unsur rasionalitas.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa etika feminisme adalah etika berperspektif feminis. Etika Feminisme memiliki sudut pandang bahwa tindakan
baik- buruk didasarkan pada pengalaman
dan problem yang dihadapi perempuan.
Tujuan etika feminisme adalah membuat dunia lebih baik dan
menggugah kesadaran untuk membuat dunia menjadi lebih baik. Paham etika ini menekankan pentingnya hubungan
antar sesama manusia dan menolak pendekatan
absolut, objektif dan universal.
Dari sisi politik, Etika
Feminisme menekankan bahwa
penindasan terhadap perempuan tidaklah dapat dibenarkan secara moral. Perempuan mempunyai
hak untuk berekspresi. Segala bentuk penjagalan terhadap perempuan sudah
menyalahi aturan moral.
Lelaki yang masih mempunyai suatu kendali kuat terhadap suatu sistem etika, harus segera
disadarkan bahwa perempuan pun memiliki suatu kapasitas sebagai manusia.